Jumat, 26 April 2013

Bisnis Akherat Mana Mungkin Merugi Garansinya Sudah Jelas Koq. Mari kita Makmurkan Masjid..!

Suasana sholat berjamaah  masjid di Pattani Tahiland
Pagi sabtu 27 April di akhir pekan ini entah apa yang ingin kutuliskan. Semalam rasanya tidurku nyenyak sekali setelah bada isya ngobrol ngalor ngidul dengan para pemuda kampung di depan warung seberang rumahku. Sepertinya berpuluh pertanyaan diajukan mereka padaku semalam hingga kita akhiri sekitan jam 11 malam, karena khawatir dan berharap bisa bertemu kembali dengan anak muda ini pada saat sholat shubuh berjamaah. Alhamdulillah esoknya ada beberapa yang bisa bertemu kembali di masjid dan melanjutkan beberapa pembicaraan yang tentu harus didampingi kitab taklim karena ilmuku tidak faqih sebagaimana para ulama yang belajar dengan mantaf lewat pondok. Sebuah jawaban inti dari setiap pertanyaan dari rasa ingin tahu kita, sepertinya perlu dijawab tentang kepastiannya ada pada sang pemilik ilmu yang menciptakan makhluq, sang pemelihara, sang pemberi rizki dan pemilik haq kecerdasan. Artinya sesuatu yang kita ketahui saaat ini sebagai manusia sifatnya hanya menyampaikan tabligh, nisbi dan tentaif karena hakekatnya hanya Allah yang faham dan haq untuk menilai kadar kebenaran atas semua masalah hidup ini. Maka sebagai pijakan awal atas pencarian ilmu itu harus ada ikhtiar dan senantiasa selalu mengingatNya (dzikrullah) serta hanya meminta pada Allah (men-doa), agar pikir, hati dan amaliah kita ditautkan pada kebesaranNya dengan hukum-hukumnya yang jelas tertuang dalam ayat-ayat Allah berupa Ayat Qauliyah dan Ayat Kauniyah

Bermula dari obrolan ringan tentang meninggalnya Uje (Ustadz Jeffry Al-Buchori) yang dielu-elukan dan diberitakan seharian penuh lewat berbagai media massa. Betul, kita kehilangan sosok da'i kontemporer yang jadi idola kaum ibu dan para remaja lewat tausyiah atau ceramah dakwahnya. Kita semua salut atas islah diri dalam perjuangan sang ustad uang biasa dikenal sebagai ustadz gaul tersebut. Semoga, Iman Isllam dan segala amal kebaikan almarhum Uje, Allah terima dan ridlo serta dengat rahmatNya dimuliakan disisi Allah Ta'ala. Aamiin.

Anak-anak muda dengan rasa ingin tahunya sampai nyasar ke pertanyaan yang sifatnya pribadi, dengan pertanyaan," Kenapa Om selalu sholat fardlu tiap waktu di Masjid, apa sholat tidak bisa dilakukan di rumah? Ini sebuah pertanyaan permulaan yang sangat baik dan justru esensi dari obrolan kita semalam, ingin menggiring pemikiran para pemuda saat ini agar hatinya bisa tertaut dengan mesjid. Kita berharap dan insyaAllah dalam do'a saya kaum muda muslim saat ini bisa faham apa sesungguhnya arti ketaatan pada Tuhan lewat agama yang mereka telah percayai sejak lama. Tentu jawaban yang diberikan perlu dasar pijakan, jawaban saya diawali dulu dengan pertanyaan balik," apa pernah dengar syair pujian pada Alah dan rasulullah saw yang diajarkan guru-guru ngaji di kampung (maaf bukan pupujieun;sunda) kita? Sholat berjamah itu 27 derajat..?" Kompak anak muda jawab," ya..". Nah, itu berarti sebuah tawaran istimewa bila kita mau sholat berjamaah di mesjid. Saya katakan ini masalah bisnis akherat yang pastinya tidak akan merugi. 

Selanjutnya, sedikit masuk ke pembicaraan serius. Sebagai muslim kita diamanati usaha mulia dakwah guna menyeru dan menyampaikannya walau cuma sepotong ayat suci atau sepotong hadits. Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَةً

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menyampaikan perkara agama dari beliau, karena Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan agama ini sebagai satu-satunya agama bagi manusia dan jin (yang artinya), “Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan telah kusempurnakan bagimu nikmat-Ku dan telah aku ridhai Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al Maidah : 3). Tentang sabda beliau, “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat”, Al Ma’afi An Nahrawani mengatakan, “Hal ini agar setiap orang yang mendengar suatu perkara dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersegera untuk menyampaikannya, meskipun hanya sedikit. Tujuannya agar nukilan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dapat segera tersambung dan tersampaikan seluruhnya.” Hal ini sebagaimana sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Hendaklah yang hadir menyampaikan pada yang tidak hadir”. Bentuk perintah dalam hadits ini menunjukkan hukum fardhu kifayah. (baca lengkap artikel 'disini')

Menyampaikan dalil dari Al Qur’an atau sebagiannya dan dari As Sunnah, baik sunnah yang berupa perkataan (qauliyah), perbuatan (amaliyah), maupun persetujuan (taqririyah), dan segala hal yang terkait dengan sifat dan akhlak mulia Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Membutuhkan kepahaman akan ilmu syar'i, hafalan yang bagus dan mantap, akan tetapi sebagai muslim yang masih jahil tentu tanggungjawab ini bukan berati lepas begitu saja maka solusinya sampaikannya apa yang kita telah ketahui dan istiqamah kita amalkan.

Hal yang terkait keharusan laki-laki baligh tertaut dengan mesjid itu sebuah konsekwensi dari seseorang yang telah ber-syahadat dan berharap dapat keselamatan dunia akherat sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw sebagai penyampai awal akan pentingnya mesajid sebagai bentuk ketaatan manusia pada fase akhir zaman ini serta dalam dirinya tumbuh rasa takut akan datangnya azab Allah bagi manusia yang ingkar atas titahNya.
Sekelumit ayat yang mendasari pentingnya sebagai muslim sholat berjamaah di mesjid sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an Surat At-Taubah : 18 :

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ 

فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk."

Awal ayat ini dimulai dengan kata innama, yang dalam bahasa Arab disebut ‘adatul hasr (alat untuk menyempitkan). Ini berarti bahwa orang-orang yang tidak memiliki sifat sebagaimana yang disebutkan pada ayat ini, maka dia tidak layak untuk ikut memakmurkan masjid. Pengertian seperti ini sebagaimana ketika Allah Swt. menerangkan kepada kita tentang batasan dari manusia yang disebut dengan ulama. Allah berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

“Dan demikian (pula) diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah Ulama’. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Fathir: 28).

Pada ayat ini Allah mengatakan, “Innamaa yakhsya-Allaha min ‘ibaadihil ulamaa”(Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama). Ini artinya bahwa orang yang tidak takut kepada Allah, bukanlah seorang ulama.

Kita kembali pada ayat yang kita tadabburi. Jadi kaum Muslimin yang mendapatkan legitimasi dari Allah sebagai orang yang berhak untuk memakmurkan masjid adalah yang mempunyai sifat sebagaimana yang disebutkan pada ayat ini, yaitu:

Pertama, man aamana billaahi wal yaumil aakhiri (orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian). Jadi sifat pertama yang disebutkan sebagai orang yang berhak untuk disebut memakmurkan masjid, dikaitkan dengan masalah aqidah, yaitu orang yang beriman kepada Allah dan beriman kepada hari akhir. Tentang keimanan kepada Allah dan keimanan kepada hari akhir ini merupakan bukti yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain seperti binatang. Binatang hanya mengenal apa-apa yang sifatnya lahiriyah dan keduniawian saja, dan tidak pernah melihat sisi ukhrawi.

Oleh karena itu pantas saja kalau ada binatang yang saling berhubungan dengan yang lainnya tanpa mengindahkan norma, karena memang demikianlah mereka. Akan tetapi kalau ada manusia yang perilakunya seperti binatang, maka derajatnya sama dengan binatang, bahkan lebih rendah lagi. Oleh karena itu Allah berfirman,

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai” (QS. Al-A’raf: 179).

Antara keimanan kepada Allah dengan keimanan kepada hari akhir, sering diredaksikan Al-Qur’an secara berurutan. Kenapa? Karena keimanan kepada kedua hal ini bisa membedakan antara orang yang benar-benar beriman dengan orang-orang yang keimanannya hanyalah dusta. Orang yang keimanannya benar tidak akan menghalakan segala cara dalam berusaha karena ia yakin bahwa Allah Swt. Maha Mengetahui, dan Dia akan memberikan balasan atas seluruh perbuatan manusia pada hari akhir kelak.

Ketika seorang yang keimanannya benar mempunyai suatu obsesi yang berkaitan dengan masalah duniawi, ia akan bertanya dalam hatinya, “Apakah ini akan bisa saya pertanggungjawabkan di akherat kelak?” Ketika seorang Mukmin menjadai seorang dosen, ia tidak akan mempunyai prinsip “Bagi saya, yang penting adalah bahwa apa yang saya sampaikan menarik dan membuat saya tenar”, akan tetapi sebelum ia melakukan apa pun, ia akan bertanya dalam hatinya apakah yang akan disampaikannya bisa ia pertanggungjawabkan di akherat kelak atau tidak. Jadi seorang Mukmin sejati dimensi yang dipergunakannya adalah dimensi ukhrawi, sebelum ia menggunakan dimendi duniawi.

Kedua, wa aqaamash shalaata (serta tetap mendirikan shalat). Jadi sifat kedua yang harus dimiliki oleh orang yang berhak untuk memakmurkan masjid adalah yang bisa tetap mendirikan shalat. Oleh karena itu jangan sampai ada kasus dimana seorang pengurus masjid dipilih dari orang yang sangat jarang shalat di masjid. Dia datang ke masjid kalau ada peringatan hari besar Islam saja, seperti peringatan Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj atau Nuzulul Qur’an, dan setelah peringatan tersebut selesai, maka menghilang lagi. Orang seperti ini tidak patut untuk menjadi pengurus masjid karena ia bukan aktivis masjid. Dan dalam memilih orang untuk menjadi pengurus masjid, sebaiknya kita jangan menghalalkan segala cara.

Kadang-kadang ada sebagian orang yang menunjuk seseorang untuk menjadi ketua pengurus masjid bukan karean dia seorang yang aktif untuk selalu meramaikan masjid dengan shalat berjama’ah dan kegiatan lainnya, akan tetapi dipilah hanya karean dia orang berpangkat atau orang yang terpandang di masyarakat. Kita jangan sampai berbuat seperti ini, karena kalau demikian berarti kita telah menghalalkan segala cara dalam memilih pengurus masjid. Dan cara seperti ini jelas telah menyalahi aturan Allah, karena pada ayat ini Allah Swt. mensyaratkan orang yang berhak memakmurkan masjid adalah orang yang senantiasa menegakan shalat.

Penegasan Allah ini sekaligus memberikan pemahaman kepada kita agar ijtihad kita jangan sampai bertentangan dengan nash yang terdapat dalam Al-Qur’anul Karim. Dalam melaksanakan dakwah, jangan sampai bertentangan dengan fiqhul ahkam. oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang kita ambil dalam dakwah jangan sampai bertentangan dengan ketentuan Allah Swt., baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun yang terdapat dalam sunnah Rasulullah Saw. Bahkan pada ayat ini Allah mengatakan masalah ini dengan kata “innama”(hanyalah). Jadi hanya orang yang mempunyai sifat yang disebut dalam ayat ini sajalah yang berhak untuk memakmurkan masjid.

Contoh lain, tidak dibenarkan ijtihad yang berbunyi, “Karena negara kita sedang dilanda krisis, maka kita tidak perlu membayar zakat, tetapi cukup dengan membayat pajak saja, sehingga kas negara cepat terisi sehingga krisis bisa cepat berlalu”. Ijtihad seperti ini sangat dilarang, karena nash-nya telah jelas.

Ketiga, sifat yang harus dimiliki oleh orang yang memakmurkan masjid adalahshalaata wa aataz zakaata (dan yang menunaikan zakat). Memperhatikan masalah zakat ini sangat penting, karena ini menyangkut upaya untuk senantiasa membersihkan diri dari berbagai macam kekotoran hati, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah,

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS At-Taubah: 103).

Keempat, walam yakhsya illallaah (dan tidak takut kepada siapapun selain kepada Allah). Penggalan ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa seorang aktivis masjid adalah orang yang kehidupannya penuh dengan ‘izzah. Kenapa? Karena ia tidak takut kepada siapa pun kecuali hanya kepada Allah Swt. Seorang aktivis masjid bukanlah orang yang senang merengek-rengek dan meminta-minta, akan tetapi orang yang mempunyai ‘izzah rabbaniyyah, yang mempunyai gengsi rabbani, yang dipenuhi dengan berbagai kemuliaan karena senantiasa berafiliasi dengan aturan-aturan Allah Swt. Oleh karena itu tidak pantas seorang aktivis masjid menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya.

Jadi ada empat sifat yang harus dimiliki oleh orang yang berhak untuk memakmurkan masjid, yaitu beriman kepada Allah, beriman kepada hari akhir, menegakkan shalat, membayar zakat dan orang yang tidak takut selain kepada Allah Swt. Jadi kalau ada orang yang senantiasa meramaikan kegiatan di masjid seperti selalu shalat berjamaah di masjid dan juga meramaikan kegiatan masjid lainnya, maka ia mendapatkan legitimasi dari Allah Swt. bahwa dia memang benar-benar termasuk orang yang beriman.

Adalah mudah bagi setiap manusia untuk mengatakan bahwa dirinya beriman, akan tetapi tidak mudah untuk mendapatkan pembenaran dari Allah Swt. bahwa keimanannya benar. Dan diantara syarat agar Allah memberikan pembenaran Allah atas keimanan kita adalah ketika kita termasuk orang yang senantias mema’murkan masjid, diantaranya adalah kita senantiasa shalat berjamaah di masjid ketika waktu shalat sudah masuk.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Sa’id al-Khudri dikatakan, “Anna Rasulullah Saw. Qaal, “Idza ra’aitumur rajulun ya’taadil masjida, fa asyhidu lahu bil iiman” (Jika kalian melihat seseorang yang senantiasa mendekatkan diri di masjid, maka saksikanlah bahwa dia seorang yang beriman). Hadits ini menunjukkan kepada kita tentang betapa pentingnya shalat berjamaah di masjid, karena dengannyalah kita mendapatkan pengakuan atas kebenaran keimanan kita. Oleh karena itu bagi kita yang aktif berdakwah, jangan hanya sekedar berbicara bahwa shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian, akan tetapi hendaklah kita pahami dan kita pahamkan kepada masyarakat kita bahwa shalat berjamah merupakan sebuah keharusan. Bahkan dalam fiqhul Islami, sebagian besar imam madzhab mengatakan bahwa shalat jamaah hukumnya fardhu ‘ain (wajib bagi setiap orang). Dan dalil dipergunakan untuk menyimpulkan hal ini memang kuat, di antaranya karena Rasulullah Saw. tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah sampai akhir hayatnya. Ketika beliau menjelang dipanggil Allah, barulah posisi beliau sebagai imam shalat berjamaah digantikan oleh Abu Bakar. Bahkan ketika perang pun, Rasulullah Saw. tidak meninggalkan shalat berjamaah. Semua ini menunjukkan pentingnya shalat berjamaah, dan ia merupakan standar dari kebenaran keimanan seseorang. Bahkan, Rasulullah Saw. Mengatakan, “Awwalu maa yahaasabu ‘ala ‘abdi yaumal qiyaamati ash-shalah”(amal yang pertama kali dihisab oleh Allah Swt. adalah shalat).

Nilai seorang Muslim bergantung pada sejauh mana ia mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupannya. Jadi kemuliaan seorang Muslim bukan ditentukan oleh banyaknya ilmu yang dimilikinya, atau banyaknya kekayaan yang dikumpulkannya, atau karena ketenarannya di masyarakat. Hamba Allah Swt. yang selalu shalat berjamaah di masjidlah, yang mendapatkan kesaksian dari Rasulullah Saw. bahwa keimanannya benar. Oleh karena itulah ayat ini ditutup dengan sebuah penegasan Allah yang berbunyi, “Fa ‘asaa ulaa-ka an yakuunuu minal muhtadiin” (maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk). 

Dari penutup tulisan  ini mari  kita simpulkan bahwa indikasi daripada aorang yang mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, mendirikan shalat, membayar zakat dan ia tidak takut selain kepada Allah Swt. Maka sebagai langkah awal ayo  kita makmurkan masjid-masjid kita. Bagaimana dengan Anda? Saya insyaAllah niat amal.. Bismillah

Wallahu'alam bish-shawab

Tulisan label nama MEKARGUNA untuk ensiklopedia di Wikipedia


Village : Mekarguna

Country : Indonesia

Continent:
Dear Mekarguna people we have started this wikiedit.org to publish all village details around the world. Mekarguna is a village located in the district of state. You are welcome to provide more information about Mekarguna. It can be under the following category.
  • About Mekarguna
  • History of Mekarguna
  • Festivals in Mekarguna
  • Mekarguna Location
  • Mekarguna Route map
  • Tourist places in Mekarguna
  • Shops in Mekarguna
  • Hospitals in Mekarguna
  • Bank ATM in Mekarguna
  • Bus train Mekarguna
  • call taxi in Mekarguna
  • Hotels in Mekarguna
  • Marriage hall in Mekarguna
  • Telephone numbers Mekarguna
  • Police rescue help in Mekarguna
  • Church in Mekarguna
  • Mosque in Mekarguna
  • volunters NGO in Mekarguna
  • business in Mekarguna
  • Land in Mekarguna
  • House to-let Mekarguna
  • Car sell buy Mekarguna
  • Your experience about Mekarguna
Silahkan mungkin Anda yang mau menyumbangkan tulisan pertama Mekarguna atas atas tawaran ini. Guna keterangan dan menuliskan lebih lanjut klik disini